ILESVANILLE — Jakarta – Kekacauan yang terus berlanjut di Timur Tengah, khususnya konflik antara Israel dan Iran, kembali meningkatkan permintaan terhadap emas sebagai aset aman.
Hal ini menyebabkan harga emas melesat menembus USD3.400 per ons dan mencatatkan penutupan mingguan tertinggi sepanjang sejarah. Harga emas spot ditutup di level USD3.434,12 per ons, menguat 3,75% dibandingkan pekan sebelumnya.
Meski begitu, para analis tetap berhati-hati. Kepala Strategi Komoditas Saxo Bank, Ole Hansen, menilai bahwa konflik geopolitik seperti ini cenderung hanya mendorong kenaikan harga sementara.
Volatilitas Mengintai, Emas Tetap dalam Tren Naik Jangka Panjang
Kepala Strategi Pasar MarketGauge, Michele Schneider, memperingatkan potensi volatilitas dalam waktu dekat. Ia menilai para trader jangka pendek kemungkinan akan mengambil keuntungan dari reli saat ini, yang bisa menekan harga dalam jangka pendek. Namun secara keseluruhan, baik emas maupun perak masih menunjukkan tren naik jangka panjang yang solid.
Sementara itu, dolar AS justru tertinggal. Indeks dolar tercatat turun 1% dalam sepekan terakhir, diperdagangkan di angka 98,13, memperkuat daya tarik emas sebagai alternatif safe haven.
Perhatian Pasar Beralih ke The Fed
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4723185/original/051536300_1705921815-fotor-ai-2024012218929.jpg)
Di luar isu geopolitik, pelaku pasar kini menantikan pernyataan dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell, usai pertemuan kebijakan moneter minggu depan.
Ekspektasi pasar saat ini mengarah pada suku bunga yang tetap, namun ada kemungkinan Powell memberikan sinyal dovish terkait peluang pemangkasan suku bunga akhir tahun ini.
Data inflasi yang melandai dan tanda-tanda perlambatan ekonomi AS memberi ruang bagi The Fed untuk lebih longgar. Namun, ketidakpastian global membuat sebagian pelaku pasar tetap hati-hati dalam membaca arah kebijakan bank sentral.