ILESVANILLE — Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menyatakan bahwa pihaknya menargetkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) rampung pada Desember 2025.
Ia menjelaskan bahwa Komisi III DPR mulai menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) guna menyerap aspirasi masyarakat selama masa reses.
“Kita mau membahasnya di tahun ini, dan kita harapkan bisa selesai di Desember 2025. Harapannya begitu,” kata Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Nasir berharap saat DPR masuk masa sidang, Komisi III bisa langsung membahas revisi KUHAP. Komisi III akan mengebut karena KUHP bakal berlaku mulai tahun 2026.
“Iya, mudah-mudahan seperti itu, dan sepertinya komitmen kami seperti itu. Sehingga kemudian bisa selesai, karena KUHP kan akan berlaku 2026. Jadi enggak mungkin kalau kemudian KUHP-nya baru, sementara hukum acara pidananya masih produk lama,” jelas dia.
“Jadi enggak nyambung nanti, dan bisa membuat para pencari keadilan khawatir, cemas, takut, dan lain sebagainya,” sambungnya.
Nasir mengatakan, nantinya sejumlah kalangan mulai dari akademisi dan lembaga terkait akan diminta pendapatnya terkait revisi KUHAP.
“Ya, pihak-pihak yang kami nilai punya kepentingan dan punya pengetahuan soal itu. Tadi peradi LPSK, ke depan mungkin nanti organisasi mahasiswa yang selama ini minat terhadap hukum acara pidana,” pungkasnya.
Menteri Hukum: DIM RUU KUHAP di Tingkat Pemerintah Rampung Pekan Ini
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5255267/original/057099900_1750153871-IMG_1998.jpeg)
Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas memastikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUHAP dapat diselesaikan pemerintah pekan ini. Setelah rampung, DIM tersebut akan segera disampaikan ke DPR untuk dibahas lebih lanjut.
“Kalau RUU KUHAP, saya yakin dalam minggu ini bisa selesai di tingkat pemerintah. Kalau di Parlemen, silahkan Parlemen mau lakukan, apa namanya, pelibatan partisipasi masyarakat, silahkan dilakukan,” kata dia saat konferensi pers, Selasa (17/6/2025).
Menurut Supratman, proses penyusunan DIM juga melibatkan masukan dari instansi terkait, mulai dari Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Kementerian Keuangan, Ditjen Bea Cukai, hingga kalangan advokat.
“Pemerintah, baik itu dari Kementerian Hukum, kemudian Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung dan juga Mahkamah Agung. Dan beberapa masukan dari Kementerian-Kementerian lain seperti Kementerian Imipas juga memberi masukan, kemudian juga Kementerian Keuangan lewat Dirjen Bea Cukai juga memberikan masukan. Dan teman-teman perkumpulan advokat dari semua lintas sudah memberikan masukan kepada kita,” ucap dia.
Substansi Revisi KUHAP
Supratman menjelaskan, substansi revisi KUHAP lebih menitikberatkan perlindungan HAM dan penerapan restorative justice.
“Tapi yang lebih kita utamakan sekarang, yang kita sepakati bahwa perubahan ataupun revisi ataupun penyusunan DIM RUU KUHAP ini lebih mengutamakan kepada dua hal. Satu menyangkut soal restorative justice, yang kedua adalah pemberian perlindungan maksimal kepada hak asasi manusia,” ucap dia.
Selain itu, proses revisi juga akan lebih memberikan ruang bagi penerapan restorative justice.
“Jadi ini penguatannya lebih menjadi penekanan. Tetapi hubungan-hubungan antara penyidik, penuntut secara umum, walaupun ada perubahan-perubahan sedikit tapi tidak terlalu substantif ya menyangkut soal itu. Karena menyangkut soal tugas dan fungsi pokok dari masing-masing institusi,” tandas dia.